Rabu, 12 Juni 2013
Sajak Kaleng Krupuk Budi Asih
Dia menangis lagi
ini kesembilan kalinya
dan berulang ketika kami makan
di warung tegal
aku menebak
mungkin dia rindu
pada masakan ibu
atau pada bahasanya
logat bicaranya
medok bersahaja
mendoan yang kering dimasak tiga kali
kriuk menutupi isak tangisnya
“kau kenapa?”
“tidak”
“tidak apa?”
“aku hanya rindu”
“pada ibu, kampung halamanmu?”
“pada sebuah nama”
“siapa?”
“yang tertulis di kaleng kerupuk itu”
aku mengerti
nama itu sama dengan yang tertulis
di puisinya tahun lalu,
mantan kekasihnya
yang pergi entah kemana
“jangan hentikan aku menangis,
aku suka tangis ini,
yang demi untuknya.”
Lainnya di puisi dan syair
Unknown
di
06.11
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar