Sabtu, 08 Juni 2013

Mendalami Makna Basmalah Dan Surah AL-Fatihah Dalam Buku Tafsir AL-Misbah oleh M.Quraish Shihab


ALLAH memulai kitab-Nya dengan basmalah, dan memerintahkan Nabi-Nya sejak dini pada wahyu pertama untuk melakukan pembacaan dan semua aktivitas dengan nama Allah. Iqra bismi rabbika, maka tidak keliru jika dikatakan basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia; pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah.
Memulai dengan nama Allah adalah adab dan bimbingan pertama yang diwahyukan Allah kepda Nabi-Nya: Iqra bismirabbika. Permulaan itu sesuai dengan kaidah utama ajaran Islam yang menyatakan bahwa adalah al-Awal wa al-Akhir wa azh_zhahir wa al-Bathin / Dia yang pertama dan Dia pula yang terakhir, Dia yang nampak dengan jelas (bukti-bukti wujud-Nya) dan Dia pula yang Tersembunyi (tehadap siapapun hakikat-Nya). Dia yang maha suci itu metrupakan wujud yang haq, yang dari-Nya semua wujud memperoleh wujudnya, dan dari-Nya bermula semua yang memilikim permulaan. Karena itu dengan nama-Nya segala sesuatu harus dimulai dan dengan nama-Nya terlaksana setiap gerak dan arah.
Makna ba’yang dibaca bi pada bismilah
Ba’atau(dibaca bi) yang diterjemahkan dengan kata dengan mengandung satu kata atau kalimat yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas didalam benak ketika mengucapkan Basmalah, yaitu kata “memulai”, sehingga Bismilah berarti “saya atau kami memulai apa yang kami kerjakan ini –dalam konteks surah ini adalah membaca ayat-ayat al-Qur’an – dengan nama Allah”. Dengan demikian, kalimat tersebut menjadi semacam do’a atau pernyataan dari pengucap, bahwa ia memulai pekerjaannya atas nama Allah. Atau dapat juga diartikan sebagai perintah dari Allah (walaupun kalimat tersebut tidak berbentuk perintahyang menyatakan “Mulailahpekerjaanmu dengan nama Allah”.
Apabila seseorang memulai suatu pekerjaan dengan nama Allah atau atas nama-Nya, maka pekerjaan tersebut akan menjadi baik, atau paling tidak, pengucapnya akan terhindar dari godaan nafsu, dorongan ambisi atau kepentingan pribadi, sehingga apa yang dilakukannya tidak akan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, bahkan akan membawa manfaat bagi diri pengucapnya, masyarakat, lingkungan, serta kemanusiaan seluruhnya.
Ada juga yangt mengaitkan kata bi (dengan) dengtan memunculkan dalam benaknya ”kekuasaan”. Pengucap “basmalah” seakan-akan berkata: “Dengan kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya pekerjaan yang saya lakukan ini dapat terlaksana”. Pengucapnya ketika itu (seharusnya) sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya apa yang sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Dengan demikian, ia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya tetapi pada saat yang sama pula (Setelah menghayati arti Basmalah ini), ia memiliki kekuatan dan rasa pecaya diri karena ketika itu dia telah menyandarkan dirinya kepada Allah dan memohon bantuan Yang Maha Kuasa itu.
Rasulullah saw. Bersabda : “Setiap perbuatan yang penting yang tidak dimulai dengan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ maka perbuatan tersebut cacat”.
Ketika membaca Basmalah dan memulai suatu pekerjaan, apapun jenis pekerjaan itu, misalnya makan, minum, belajar, berperang bahkan bergerak dan diam sekalipun, kesemuanya harus disadari bahwa titik tolaknya dalah Allah swt. Dan bahwa ia dilakukan demi karena Akkah. Ia tidak mungkin dapat terlaksana kecuali atas bantuan dan kekuasaan Allah swt.
Kesimpulannya adalah, setiap hal yang diharapkan darinya keberkatan Allah atau dimaksudkan demi karena Allah, maka disisipkan kata Isim, sedang bila dimaksudkan demi permohonan kemudahan dan bantuan Allah maka kata yang digunakan langsung menyebut Allah / Tuhan tanpa menyisipkan kata Isim. Dalam hadis nabi saw pun demikian itu halnya. Salah satu do’a beliau adalah Allahuma bika nushbika wa numsi (Ya Allah dengan Engkau kami memasuki waktu pagi dan petang) yakni dengan kekuasaan dan iradat-Mu, kami memasukinya. Sebelum tidur beliau berdo’a Bismika Allahuma Ahya Wa Amut/dengan nama-Mu Ya Allah aku tidur dan bangun yakni demi karena Engkau aku hidup dan mati. Do’a ini sejalan dan semakna dengan perintah-Nya: katakanlah : “sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, tuhan semesta Alam” (QS al-An’am :162).
Oleh karena itu, ketika kita memulai suatu pekerjaan dengan “nama” Allah, maka berdasarkan analisis diatas pekerjaan tersebut diharapkan kekal disisi-Nya. Disini yang diharapkan kekal bukan Allah-karena Dia adalah Maha Kekal, tetapi pekerjaan yang dilakukan itulah yang kekal, dalam arti ganjaran yang kekal sehingga dapat diraih kelak di hari kemudian. Memang banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang, bahkan boleh jadi pekerjaan besar, tetapi tidak berbekas sedikit pun serta tidak ada manfaatnya bukan hanya diakhirat kelak, didunia pun dia tidak bermanfaat. Allah berfirman: “Kami hadapi hasil karya merekakemudian kamijadikan ia (bagaikan) debu yang berterbangan (sia-sia belaka)” (QS al-Furqan :23).
Penulisan kata “bismi” dalam basmalah tidak menggunakan huruf “alif”, berbeda dengan kata yang sama pada suroh Iqra’, yang tertulis dengan tata cara penulisan baku yakni menggunakan huruf alif. Persoalan ini menjadi bahasan para pakar dan Ulama. Pakar tafsir al-qurthubi berpendapat bahwa penulisan tanpa huruf Alif pada Basmalah adalah karena pertimbangan praktis semata-mata. Kalimat ini sering ditulis dan diucapkan, sehingga untuk mempersingkat tulisan ia ditulis tanpa Alif.
Rasyad Khalifah berpendapat bahwa ditanggalkannya huruf “alif” pada Basmalah, agar jumlah huruf-huruf ayat ini menjadi sembilan belas huruf, tidak dua puluh. Ini karena 19 mempunyai rahasia yang berkaitan dengan al-Qur’an.
Makna kata Allah
Kata Allah merupakan nama Tuhan yang paling populer. Apabila kita berkata ”Allah” maka apa yang kita ucapkan itu, telah mencakup semua nama-nama-Nya yang lain. Disisi lain tidak satupun dapat dinamai Allah, baik secara hakikat maupun mazaz, sedang sifat-sifat-Nya yang lain, secara umum dapat bdikatakan bisa disandang oleh makhluk-makhluk-Nya.
Dari segi makna dapat dikemukakan bahwa kata Allah mencakup segala sifat-sifatnya, bakhan Dia lah yang menyandang sifat-sifat tersebut.
Ar-Rahman ar-Rahim
Kata Ar-Rahman dan Ar-rahim berakar dari kata rahim yang berarti rahmat. Ar-rahman digambarkan bahwa Tuhan mencurahkan rahmat-Nya, sedang dengan ar-Rahim dinyatakan bahwa Dia memiliki sifat rahmat yang melekat pada diri-Nya.
Ada juga Ulama yang mehami kata ar-Rahman sebagai sifat Allah swt yang mencurahkan rahmat yang sementara di dunia, sedang ar-Rahim adalah rahmat-Nya yang bersifat kekal.
Sementara Ulama menjelaskan makna penggabungan kata Allah, ar-Rahman dan ar-Rahim dalam Basmalah. Menurutnya, seseorang yang kalau bermaksud memohon pertolongan kepada Dia yang berhak disembah serta Dia yang mencurahkan aneka nikmat , kecil dan besar, maka yang bersangkutan menyebut nama teragung dari Dzat yang wajib wujudnya itu sebagai pertanda kewajaran-Nya untuk dimintai. Selanjutnya menyebut sifat rahmat-Nya (rahman) untuk menunjukan bahwa Dia wajar melimpahkan rahmat sekaligus wajar dimintai pertolongan dalam amal-amal kebajikan karena yang demikian itu nikmat rahmat.
Ketika seseorang membaca Basmalah, seharusnya menghayati kekuatan dan kekuasaan Allah, serta rahmat dan kasih sayang-Nya yang tercurah bagi seluruh makhluk. Kalau demikian itu yang tertanam didalam jiwa, maka pasti nilai-nilai lihur terjelma keluar dalam bentuk perbuatan, karena perbuatan merupakan cerminan dari suasana kejiwaan.

TAFSIR AL MISBAH TENTANG AL FATIHAH


AYAT PERTAMA
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang."

Ayat pertama Surah Al Fatihah adalah lafadz Basmalah seperti yang tertulis di atas,ini menurut pendapat Imam Syafi'i yang sudah masyhur di kalangan para Ulama'. Walaupun ada sebagian ulama' seperti Imam Malik yang berpendapat bahwa Basmalah bukan termasuk ayat pertama Surah Al Fatihah, sehingga tidak wajib dibaca ketika shalat saat membaca Surah Al Fatihah.
Basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia, pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah. Hal ini ditunjukkan oleh penggunaan huruf "ب" pada lafadz "بسم". Lafadz Ar-Rahman ar-Rahim adalah dua sifat yang berakar dari kata yang sama. Agaknya kedua sifat ini dipilih karena sifat inilah yang paling dominan. Para ulama' memahami kata Ar-Rahman sebagai sifat Allah yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini, sedang ar-Rahim adalah rahmat-Nya yang bersifat kekal. Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir. Sedangkan rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat, tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.

AYAT 2
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالمَِيْنَ
"Segala puji hanya bagi Allah pemelihara seluruh alam."

Kata Hamd atau pujian adalah ucapan yang ditujukan kepada yang dipuji atas sikap atau perbuatannya yang baik walaupun ia tidak memberi sesuatu kepada yang memuji. Inilah bedanya antara hamd dengan syukur. Ada tiga unsure dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh yang dipuji sehingga dia wajar mendapat pujian, yaitu : indah(baik), dilakukan secara sadar, dan tidak terpaksa atau dipaksa. Kata al-hamdu, dalam surah al-Fatihah ini ditunjukkan kepada Allah. Ini berarti bahwa Allah dalam segala perbuatan-Nya telah memenuhi ketiga unsure tersebut di atas.
Kalimat Robbil 'aalamin, merupakan keterangan lebih lanjut tentang layaknya segala puji hanya bagi Allah. Betapa tidak, Dia adalah Robb dari seluruh alam. Al-hamdu lillahi robbil'alamin dalam surah al-Fatihah ini mempunyai dua sisi makna. Pertama berupa pujian kepada Allah dalam bentuk ucapan, dan kedua berupa syukur kepada Allah dalam bentuk perbuatan.

AYAT 3
الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
"Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

Pemeliharaan tidak dapat terlaksana dengan baik dan sempurna kecuali bila disertai dengan rahmat dan kasih sayang. Oleh karena itu, ayat ini sebagai penegasan kedua setelah Allah sebagai Pemelihara seluruh alam. Pemeliharaan-Nya itu bukan atas dasar kesewenangan-wenangan semata, tetapi diliputi oleh rahmat dan kasih sayang.

AYAT 4
مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
"Pemilik hari pembalasan."

"Pemelihara dan Pendidik yang Rahman dan Rahiim boleh jadi tidak memiliki (sesuatu). Sedang sifat ketuhanan tidak dapat dilepaskan dari kepemilikan dan kakuasaan. Karena itu kapamilikan dan kakuasaan yang dimaksud perlu ditegaskan. Inilah yang dikandung oleh ayat keempat ini,maaliki yaumiddin." Demikian al-Biqa'i menghubungkan ayat ini dan ayat sebelumnya.
Ayat di atas menyatakan bahwa Allah adalah Pemilik atau Raja hari kemudian. Paling tidak ada dua makna yang dikandung oleh penegasan ini, yaitu:
Pertama, Allah yang menentukan dan Dia pula satu-satunya yang mengetahui kapan tibanya hari tersebut.
Kedua, Allah mengetahui segala sesuatu yang terjadi dan apapun yang terdapat ketika itu. Kekuasaan-Nya sedemkian besar sehingga jangankan bertindak atau bersikap menentang-Nya, berbicara pun harus dengan seizing-Nya.

AYAT 5
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
"Hanya kepada-Mu Kami mengabdi dan hanya kepada-Mu Kami meminta pertolongan."

Kalimat "Hanya kepada-Mu Kami mengabdi dan hanya kepada-Mu Kami meminta pertolongan", adalah bukti bahwa kalimat-kalimat tersebut adalah pengajaran. Allah mengajarkan ini kepada kita agar kita ucapkan, karena mustahil Allah yang Maha Kuasa itu berucap demikian, bila bukan untuk pengajaran.
Banyak sekali pesan yang dikandung kata iyyaka dan na'budu. Secara tidak langsung penggalan ayat ini mengecam mereka yang mempertuhan atau menyembah selain Allah, baik masyarakat Arab ketika itu maupun selainnya. Penggalan ayat mengecam mereka semua dan mengumandangkan bahwa Allah lah yang patut disembah dan tidak ada sesembahan yang lain.
Selain itu dalam meminta pertolongan kita tidak dapat mengabaikan Allah dalam peranan-Nya. Permohonan bantuan kepada Allah agar Dia mempermudah apa yang tidak mampu diraih oleh yang bermohon dengan upaya sendiri. Para ulama mendefinisikannya sebagai "Penciptaan sesuatu yang dengannya menjadi sempurna atau mudah pencapaian apa yang diharapkan." Dari penjelasan di atas terlihat bahwa permohonan bantuan itu, bukan berarti berlepas tangan sama sekali. Tetapi Kita masih dituntut untuk berperan, sedikit atau banyak, sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

AYAT 6
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
"Bimbing (antar)lah Kami (memasuki) jalan lebar dan luas."

Setelah mempersembahkan puja puji kepada Allah dan mengakui kekuasaan dan kepemilikan-Nya, ayat selanjutnya merupakan pernyataan tentang ketulusan-Nya beribadah serta kebutuhannya kepada pertolongan Allah. Maka dengan ayat ini sang hamba mengajukan permohonan kepada Allah, yakni bimbing dan antarkanlah Kami memasuki jalan yang lebar dan luas.
Shiroth di sini bagaikan jalan tol yang lurus dan tanpa hambatan, semua yang telah memasukinya tudak dapat keluar kecuali setelah tiba di tempat tujuan. Shiroth adalah jalan yang lurus, semua orang dapat melaluinya tanpa berdesak-desakan. Sehingga shiroth menjadi jalan utama untuk sampai kepada tujuan utama umat manusia, yaitu keridloan Allah dalam setiap tingkah laku.

AYAT 7
صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ
"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat."

Kata ni'mah/nikmat yang dimaksud di sini adalah nikmat yang paling bernilai yang tanpa nikmat itu, nikmat-nikmat yang lain tidak akan mempunyai nilai yang berarti, bahkan dapat menjadi niqmah atau bencana jika tidak bisa mensyukuri dan menggunakannya dengan benar. Nikmat tersebut adalah nikmat memperoleh hidayah Allah serta ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka yang taat melaksanakan pesan-pesan Ilahi yang merupakan nikmat terbesar itu, mereka itulah yang masuk dan bisa melalui shiroth al-mustaqim.
Mengenai yang disebut dengan al-maghdhub 'alaihim,ayat ini tidak menjelaskan siapakah orang-orang tersebut, tetapi rasulullah telah memberi contoh konkret,yaitu orang-orang Yahudi yang mengerti akan kebenaran tetapi enggan melaksanakannya.
Demikian ayat terakhir surah al-Fatihah ini mengajarkan manusia agar bermohon kepada Allah, kiranya ia diberi petunjuk oleh-Nya sehingga mampu menelusuri Shiroth al-mustaqim, jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sukses di dunia maupun di akhirat. Ayat ini juga mengajarkan kaum muslimin agar selalu optimis menghadapi hidup ini, bukankah nikmat Allah selalu tercurah kepada hamba-hamba-Nya?

KESIMPULAN

Surah al-Fatihah (pembukaan) yang diturunkan di Makkah yang terdiri atas 7 ayat ini adalah surah yang pertama-tama diturunkan dengan sempurna satu surah. Disebut dengan al-Fatihah karena merupakan pembuka dalam Al-Qur'an. Dinamakan juga sebagai Ummul Qur'an karena di dalamnya mencakup kandungan tema-tema pokok semua ayat Al-Qur'an. Yang di antaranya mencakup aspek keimanan, hukum, dan kisah.
Alasan mengapa al-Fatihah diletakkan di awal Al-Qur'an seperti yang diuraikan oleh Syekh M. Abduh adalah kandungan Surah al-Fatihah yang bersifat global yang dirinci oleh ayat-ayat lain sehingga ia bagaikan mukaddimah atau pengantar bagi kandungan surah-surah Al-Qur'an.
Tujuan utama dari surah al-Fatihah adalah menetapkan kewajaran Allah untuk dihadapkan kepada-Nya segala pujian dan sifat-sifat kesempurnaan, dan meyakini kepemilikan-Nya atas dunia dan akhirat serta kewajaran-Nya untuk disembah dan dimohonkan dari-Nya pertolongan, dan nikmat menempuh jalan yang lurus sambil memohon terhindar dari jalan orang yang binasa. Inilah tujuan utama dan tema pokok surah al-Fatihah, dan yang lainnya adalah cara-cara untuk mencapainya.

0 komentar :

Posting Komentar