Minggu, 16 Juni 2013

Episode " 3 Kelompok Perusak Bahasa "

Terdapat 3 kelompok manusia yang merusak makna kata, atau bisa dibilang perusak bahasa karena mereka dianggap menggunakan bahasa serampangan, seenak udelnya. Nah, kelompok yang pertama adalah politisi. Persamaan dari penulis dan politisi adalah, mereka sama-sama doyan berkata-kata. Perbedaannya, penulis yang gigih memiliki cita-cita setinggi langit untuk “mengorek kata hingga ke putih tulang” (Chairil Anwar). Sementara politisi yang gigih memiliki dorongan alami untuk membungkus hasrat setinggi langit dengan kata-kata. Dengan kata-kata mereka berjanji, dengan kata-kata mereka berdalih. 
 
Mereka menggunakan bahasa untuk menjalankan strategi the art of being nonsense. Kata-kata yang disampaikan oleh politisi di panggung politik jarang kita temukan buktinya. Jangankan kata-katanya setajam pedang, kita justru melihat kata-kata yang setumpul pikiran penuturnya.
Kelompok kedua yang serampangan dalam menggunakan kata adalah para alayers. Mereka menulis dengan cara akrobatik dan tidak risau menampakkan gejala-gejala dangkal pada pemikiran mereka. Cara menulis Alay adalah mode, seperti selayaknya fashion, gaya rambut, music dan lainnya. Alay adalah strategi remaja untuk menyatakan keberadaan dan membedakan diri. Sebagian nanti akan jemu dan merasakan strategi ini sudah tidak layak. Sebagian lagi mungkin tidak bisa menentukan alternative lain dan tetap mempertahankannya kendati sudah tua. Artinya, mereka tetap remaja. Mereka tidak bisa mematangkan diri, bahkan mungkin sampai tumbuh uban di rambut.
Kelompok ketiga yang memiliki kecenderungan lebay dalam berahasa adalah para motivator atau orang-orang yang memiliki hasrat meluap untuk menjadi motivator. Mereka meyakini bahwa perubahan dimulai dari penggunaan bahasa, banyak dari mereka gagal mengerem diri sendiri dari upaya berlebihan. Misalnya, mereka tidak mau menggunakan “Selamat pagi!” tetapi memilih “Semangat pageeeee!”.
 
 
*Rewrite dari artikel karya A. S. Laksana dengan judul “Le Mot Juste” di rubrik Ruang Putih, Jawa Pos edisi Minggu, 21 Oktober 2012

0 komentar :

Posting Komentar